Kuda, Rembulan, Bintang, dan Sepotong Hatiku
Aku jatuh cinta tak semudah kuda berlari
dipacuan kuda, melompati pagar tinggi, mengacu kecepatan, mengejar kemenangan.
Tak semudah itu. Sepotong hatiku tak mudah kujatuhkan pada seseorang. Hatiku begitu
rapat tertutup dan tersembunyi dibalik bilik yang mengekang hati agar tak
keluar sembarangan.
Tapi entah.. tiba-tiba kujatuhkan hatiku
padamu. Tiba-tiba hatiku mencelos keluar, menerobos paksa bilik yang
bertahun-tahun kubangun agar suatu saat nanti bila seseorang yang baik untukku
akan kubuka bilik itu. Tapi ternyata hati ini tak bisa menahan perasaannya. Hatiku
bersih sebersih air zam-zam, putih seputih salju, lembut selembut kapas. Tiba-tiba
dia dengan tangguhnya memaksa keluar, ingin segera bertemu dengan sepotong hati
yang kau miliki itu.
Ya. Hatiku t’lah terbawa olehmu. Dan kamu
membawanya bersama angan-angan yang palsu.
*****
Masih ingatkah dikau dengan rembulan? Mau kuceritakan
kembali tentang kisah cinta rembulan dan bintang biru?
Rembulan selalu tersenyum. Dia selalu menunggu sang bintang. Tuhan… lihatlah perjuangan
rembulan ini. Memang bintang tak selalu muncul dan hadir dalam warna warni
malam bersama rembulan. Tapi Tuhan… Lihatlah! Rembulan selalu tersenyum. Ia tetap
menunggu. Ia tahu bintang akan datang. Ia tahu bintang ‘kan tepati janjinya. Ia
tetap datang tepat waktu, bersinar memberikan kedamaian bagi yang melihatnya. Ia
tetap datang tepat dihari yang sama, jam yang sama, seperti janji waktu
bulan-bulan lalu. Sedang bintang tak pernah lagi menampakkan cahaya birunya
disisi rembulan dalam remangnya malam…
“Rembulan selalu
menepati janjinya, menunggu dengan harap cemas akan kedatangan bintang. Rembulan
masih tetap setia pada bintang biru. Meski itu sia-sia…”
*****
Tuhan… apakah akan begitu hubunganku dengannya? Apakah akan berakhir
seperti itu cintaku padanya?
Aku tulus memberikan sepotong hatiku. Bila memang dia yang
terbaik, maka tak perlu aku berusaha memaksa sepotong hatiku yang rapuh untuk
kembali ke bilik jeruji yang mengekangnya bertahun-tahun. Tuhan… siapakah dia? Siapakah
dia yang berani dengan lancang membawa sepotong hatiku satu-satunya yang
kumiliki. Pantaskah dia, Tuhan? Pantaskah dia mendapatkan hatiku?
Bila tidak.
Kumohon, kembalikan hatiku yang malang itu. Kembalikan harta
satu-satunya yang kumiliki tersebut.
Bila bukan dia.
Kumohon, jangan bawa lebih dalam hatiku dalam bilik palsumu.
Jangan buat aku menangisimu karena kau tak bisa menjaga hatiku.
*****
“Aku terpendam dalam memori yang begitu lama dan jauh. Tersesat dalam labirin yang tak pernah ku tahu dimana jalan utamanya. Aku disini, melihatmu dari kajauhan, tapi tak pernah aku bertemu denganmu. Aku disini, mendengar suaramu, tapi tak pernah ku tangkap maksudmu. Aku disini, merasakan bau tubuhmu begitu dekat denganku, tapi tak pernah bisa sampai aku menyentuhmu.”
Komentar
Posting Komentar